Lintaswarta.co.id sebelumnya memberitakan aksi besar-besaran warga Pati, Jawa Tengah, yang memprotes kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen, meskipun akhirnya dibatalkan Bupati Sudewo. Namun, gelombang protes tak hanya berhenti di Pati. Kekecewaan publik terhadap kebijakan kenaikan PBB yang dinilai memberatkan dan tak transparan memicu aksi serupa di berbagai daerah. Bukan hanya kenaikan PBB yang menjadi sorotan, tetapi juga sejumlah kebijakan lain yang dianggap merugikan masyarakat, seperti aturan lima hari sekolah dan PHK massal karyawan honorer di RSUD RAA Soewondo, turut menyulut amarah warga Pati.
Di Bone, Sulawesi Selatan, mahasiswa menggelar demonstrasi yang diwarnai aksi dorong-mendorong dengan Satpol PP di depan Kantor DPRD. Mereka menolak kenaikan PBB-P2 hingga 300 persen yang dinilai sewenang-wenang dan tak merata, tanpa sosialisasi yang memadai. Meskipun Kepala Bapenda Bone membantah tudingan tersebut, ia mengakui sosialisasi yang dilakukan belum optimal. Kenaikan PBB di Bone diklaim sebagai dampak penyesuaian Zona Nilai Tanah (ZNT) yang belum diperbaharui selama 14 tahun.

Situasi serupa terjadi di Jombang, Jawa Timur. Lebih dari 5.000 warga Jombang menyerbu Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) untuk memprotes kenaikan PBB-P2 yang mencapai 1.202 persen. Ada yang mengajukan keberatan secara resmi, namun ada pula yang melakukan protes unik dengan membayar pajak menggunakan uang koin dalam galon air mineral. Bapenda Jombang mengakui telah menerima ribuan permohonan keberatan dan menawarkan solusi berupa keringanan atau pembebasan pajak.

Related Post
Di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, seorang warga, Tukimah, terkejut dengan tagihan PBB-nya yang melonjak hingga 441 persen. Keluarganya bolak-balik ke Pemkab Semarang untuk mempertanyakan hal tersebut. Mereka mempertanyakan dasar kenaikan yang dikaitkan dengan kedekatan rumah dengan jalan raya dan keberadaan perumahan di belakang rumah. Pemerintah Kabupaten Semarang mengakui kenaikan signifikan di beberapa titik dan membuka ruang bagi warga untuk mengajukan keberatan atau penilaian ulang. Kejadian ini menunjukkan betapa meluasnya protes terhadap kenaikan PBB di berbagai daerah, menuntut transparansi dan keadilan dalam kebijakan perpajakan.
Tinggalkan komentar