Lintaswarta.co.id melaporkan data mengejutkan dari Kantor Staf Kepresidenan (KSP). Dari 8.583 dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang beroperasi hingga 22 September 2025, hanya 34 dapur yang memiliki Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS). Artinya, lebih dari 8.500 dapur MBG beroperasi tanpa jaminan keamanan pangan yang memadai. Kondisi ini sangat memprihatinkan dan menimbulkan kekhawatiran akan risiko kesehatan bagi para penerima manfaat, terutama anak-anak.
Kepala KSP, M. Qodari, mengungkapkan data tersebut berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan. Ia juga menyoroti rendahnya kepatuhan terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) Keamanan Pangan. Dari 1.379 SPPG, hanya 413 yang memiliki SOP, dan hanya 312 yang benar-benar menerapkannya. Hal ini menunjukkan adanya celah besar dalam pengawasan dan penerapan standar keamanan pangan di program MBG.

Anggota DPR RI, Charles Honoris, merespon temuan ini dengan tegas. Ia mendesak agar dapur MBG yang belum memiliki SLHS untuk dihentikan sementara operasionalnya hingga memenuhi standar yang ditetapkan. Pemerintah daerah dan Kementerian Kesehatan didesak untuk memfasilitasi percepatan penerbitan SLHS. Lebih lanjut, ia juga mengusulkan penghentian sementara penambahan dapur MBG baru sampai masalah SLHS terselesaikan. Hal ini penting untuk mencegah meluasnya permasalahan dan memprioritaskan kualitas daripada kuantitas.

Related Post
Lonjakan kasus keracunan makanan akibat MBG juga menjadi sorotan. Data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menunjukkan peningkatan drastis kasus keracunan, dari 5.360 kasus pada 14 September menjadi 6.452 kasus pada 21 September. Kondisi ini memicu desakan dari berbagai pihak, termasuk Koalisi Kawal MBG dan Indonesia Corruption Watch (ICW), untuk menghentikan sementara program MBG dan melakukan evaluasi menyeluruh. Meskipun Wakil Menteri Sekretaris Negara, Juri Ardiantoro, menyatakan program MBG akan tetap berjalan, tetapi ia mengakui perlunya evaluasi dan pencarian solusi atas permasalahan yang ada. Ke depannya, pengawasan yang lebih ketat dan peningkatan kualitas program MBG menjadi kunci utama untuk mencegah terulangnya kasus keracunan dan memastikan keselamatan anak-anak Indonesia.
Leave a Comment