Lintaswarta.co.id – Dunia kini berada di tepi jurang kelaparan massal. Pemangkasan dana bantuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membuat jutaan orang terancam kehilangan sumber makanan utama mereka.
Badan Pangan Dunia (WFP) PBB memperingatkan bahwa sekitar 13,7 juta jiwa berisiko menghadapi kelaparan ekstrem. Hal ini disebabkan oleh hilangnya sekitar 40% pendanaan tahunan WFP, akibat penurunan kontribusi dari negara-negara donor utama.

Amerika Serikat, yang selama ini menjadi donatur terbesar, turut memangkas bantuan luar negerinya secara signifikan. Dampaknya sangat terasa di negara-negara yang tengah dilanda konflik dan krisis ekonomi, seperti Afghanistan, Haiti, Somalia, Sudan Selatan, hingga Sudan.

Related Post
Jika tren ini berlanjut, dunia berpotensi menghadapi gelombang kelaparan terburuk dalam dua dekade terakhir. Inflasi pangan dan perubahan iklim semakin memperparah tekanan terhadap sistem pangan global.
WFP, sebagai garda terdepan dalam penanganan krisis pangan, kini menghadapi tantangan berat. Lembaga yang berdiri sejak 1961 ini beroperasi di lebih dari 120 negara dan wilayah, membantu lebih dari 150 juta orang setiap tahunnya.
Berbeda dengan badan PBB lainnya, WFP tidak memiliki anggaran tetap. Dana operasionalnya bergantung pada kontribusi sukarela dari negara anggota, lembaga internasional, dan sektor swasta. Pemangkasan anggaran dari donor besar seperti AS langsung berdampak pada kapasitas bantuan di lapangan.
Pada 2022, WFP mencatat rekor pendanaan tertinggi, mencapai US$14,18 miliar. Namun, sejak 2023, pendanaan mulai menurun tajam. Tahun ini, total dana yang diterima WFP diperkirakan hanya sekitar US$6,4 miliar, turun 40% dibandingkan dua tahun lalu.
Kekurangan dana ini memaksa WFP memangkas program bantuan pangan di lebih dari 30 negara. Krisis ini diperkirakan akan berlanjut hingga 2025, dengan proyeksi penurunan pendanaan hingga 40% dibandingkan tahun sebelumnya.
WFP memperkirakan bahwa 13,7 juta orang akan terdorong dari tingkat kelaparan "Krisis" ke tingkat "Darurat", satu langkah menuju kelaparan ekstrem. Direktur Eksekutif WFP, Cindy McCain, menyatakan bahwa pemotongan bantuan berarti seorang anak tidur dalam keadaan lapar, seorang ibu melewatkan makan, atau sebuah keluarga kehilangan dukungan untuk bertahan hidup.
Operasi WFP di enam negara yang paling berisiko mengalami gangguan besar dan kekurangan pasokan vital hingga akhir tahun adalah: [Sebutkan enam negara jika ada dalam artikel asli]. Pemotongan dana ini terjadi saat kelaparan global berada pada tingkat tertinggi dalam sejarah, dengan 319 juta orang menghadapi kerawanan pangan akut. Tanpa tambahan dana segera, jutaan orang rentan akan kehilangan bantuan pangan penyelamat nyawa.
Tinggalkan komentar