Lintaswarta.co.id, Jakarta – PT Mayora Indah Tbk (MYOR) kembali menggemparkan pasar modal dengan penerbitan Obligasi Berkelanjutan III Tahap III Tahun 2025 senilai Rp827,55 miliar. Langkah strategis ini merupakan bagian dari upaya perseroan dalam menghimpun dana maksimal Rp2,5 triliun melalui Penawaran Umum Berkelanjutan.
Dalam prospektusnya, Mayora menawarkan dua pilihan menarik bagi investor. Seri A menawarkan tingkat bunga tetap sebesar 5,85% dengan jangka waktu lima tahun, dengan total nilai pokok mencapai Rp363,52 miliar. Sementara itu, Seri B menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi, yakni 6,15%, dengan tenor tujuh tahun dan nilai pokok sebesar Rp464,03 miliar.
Kedua seri obligasi ini ditawarkan dengan harga 100% dari nilai pokok, memberikan kepastian bagi para investor. Pembayaran bunga akan dilakukan setiap tiga bulan sekali, dengan pembayaran pertama dijadwalkan pada 18 Maret 2026. Seri A akan jatuh tempo pada 18 Desember 2030, sedangkan Seri B akan jatuh tempo pada 18 Desember 2032.

Related Post
Masa penawaran umum berlangsung dari 12 hingga 15 Desember 2025, diikuti dengan penjatahan pada 16 Desember dan distribusi elektronik pada 18 Desember. Obligasi ini akan resmi tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 19 Desember 2025.
Lintaswarta.co.id mengutip pernyataan Mayora dalam prospektusnya, "Seluruh dana yang diperoleh dari hasil Penawaran Umum Obligasi ini, setelah dikurangi biaya-biaya emisi, akan digunakan sepenuhnya oleh Perseroan untuk memberikan pinjaman kepada Perusahaan Anak yaitu TES untuk pembiayaan modal kerja, meliputi pembelian bahan baku, bahan pembungkus, dan pembayaran biaya operasional lainnya yang dapat timbul."
Penerbitan obligasi ini dijamin oleh sejumlah perusahaan sekuritas terkemuka, termasuk BCA Sekuritas, BNI Sekuritas, BRI Danareksa Sekuritas, dan Indo Premier Sekuritas. PT Bank Permata Tbk (BNLI) bertindak sebagai wali amanat, memastikan kepentingan investor terlindungi.
Meskipun menawarkan potensi keuntungan yang menarik, Mayora juga mengingatkan investor tentang risiko yang mungkin timbul, seperti likuiditas obligasi yang rendah di pasar sekunder karena sebagian besar investor cenderung memegang obligasi ini untuk investasi jangka panjang. Persaingan ketat di industri makanan dan minuman juga menjadi tantangan yang perlu diperhatikan, karena dapat mempengaruhi kinerja perusahaan di masa depan.







Tinggalkan komentar