Lintaswarta.co.id – Krisis politik melanda Prancis setelah Perdana Menteri Sebastien Lecornu dan seluruh kabinetnya mengundurkan diri secara mendadak pada Senin (6/10/2025). Pengunduran diri ini terjadi hanya beberapa jam setelah susunan kabinet baru diumumkan, menjadikannya pemerintahan tersingkat dalam sejarah modern Prancis, dengan Lecornu menjabat hanya 27 hari dan kabinetnya bertahan selama 14 jam.
Pengunduran diri yang cepat dan tak terduga ini mengguncang pasar keuangan. Indeks saham acuan Paris, CAC 40, anjlok 2%, sementara mata uang Euro tergelincir 0,7% ke level US$ 1,1665.

Dalam pidato singkatnya, Lecornu menyalahkan kondisi parlemen yang terpecah belah, menyebut keengganan para politisi untuk berkompromi sebagai alasan utama keputusannya. "Seseorang tidak bisa menjadi perdana menteri ketika syarat-syaratnya tidak terpenuhi," ujarnya. Ia menuding "ego" para politisi oposisi yang kaku pada manifesto partai masing-masing dan menolak kompromi, serta anggota koalisi minoritasnya yang dinilai lebih fokus pada ambisi pribadi daripada kepentingan negara. "Anda harus selalu lebih mengutamakan negara Anda daripada partai Anda," tegasnya.

Related Post
Pemicu utama krisis ini adalah susunan kabinet baru yang diumumkan Lecornu, yang justru membuat marah lawan dan kawan politik. Sebagian pihak menilainya terlalu condong ke kanan, sementara yang lain menganggapnya kurang berhaluan kanan. Akibatnya, pemerintahan baru ini tidak memiliki mayoritas yang solid di parlemen yang terfragmentasi, membuatnya rentan untuk dijatuhkan kapan saja.
Instabilitas politik ini menjadi sentimen negatif bagi pasar. Analis menyoroti masalah fundamental ekonomi Prancis yang kini diperparah oleh krisis pemerintahan. "Ini adalah masalah besar bagi aset-aset Prancis, tetapi juga memiliki efek limpahan ke seluruh Eropa," kata Chris Beauchamp, kepala analis pasar di IG Group. Utang Prancis saat ini mencapai 113,9% dari PDB, dengan defisit anggaran yang hampir dua kali lipat dari batas 3% yang ditetapkan Uni Eropa (UE).
Oposisi menyerukan pembubaran parlemen dan pemilu dini. Marine Le Pen dari sayap kanan mengatakan, "Saya menyerukan kepada Presiden Republik untuk membubarkan Majelis Nasional… lelucon ini sudah berlangsung terlalu lama, sandiwara ini harus diakhiri." Mathilde Panot dari partai sayap kiri France Unbowed bahkan meminta Macron untuk mundur. "Lecornu mundur. Tiga Perdana Menteri dikalahkan dalam waktu kurang dari setahun. Hitung mundur telah dimulai. Macron harus pergi," ujarnya.
Tinggalkan komentar