Lintaswarta.co.id – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan dampak signifikan dari program hilirisasi, khususnya pada komoditas nikel, yang berhasil mendongkrak nilai ekspor hingga sepuluh kali lipat.
Sebelum kebijakan larangan ekspor bijih nikel dan implementasi hilirisasi, nilai ekspor nikel Indonesia pada tahun 2017-2018 hanya mencapai US$ 3,3 miliar atau setara dengan Rp 54,6 triliun. Namun, setelah kebijakan tersebut diterapkan, ekspor nikel melonjak tajam pada periode 2023-2024, mencapai US$ 40 miliar atau sekitar Rp 662,9 triliun.
"Pada tahun 2023-2024, total ekspor dari sektor nikel kita telah mencapai US$ 35-40 miliar. Ini meningkat lebih dari 10 kali lipat," ujar Bahlil dalam acara Minerba Expo 2025 di JCC, Rabu (15/10/2025).
Related Post
Lonjakan signifikan ini membuktikan keberhasilan program hilirisasi yang akan diterapkan pada komoditas lain. Bahlil optimis bahwa Indonesia dapat menjadi pemain utama di pasar global dengan mengelola sumber daya alam secara mandiri. Hilirisasi bukan hanya strategi ekonomi, tetapi juga upaya mengembalikan kedaulatan negara.
"Dulu, di era VOC, bahan mentah kita diambil, diolah di luar negeri, dan nilai tambahnya dinikmati di sana. Kita harus menghentikan praktik ini dan memulai lembaran baru demi kesejahteraan rakyat, bangsa, dan negara," tegasnya.
Saat ini, pemerintah memperluas program hilirisasi ke komoditas lain seperti tembaga, bauksit, dan timah, serta mengembangkan ekosistem baterai kendaraan listrik untuk memperkuat rantai pasok industri hijau.
"Tidak ada negara di dunia dengan sumber daya alam melimpah yang bisa menjadi negara maju tanpa hilirisasi dan industrialisasi," tambahnya.
Program hilirisasi ini sejalan dengan kebijakan Presiden RI Prabowo Subianto untuk transisi energi dan industrialisasi sumber daya alam sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Tinggalkan komentar