Kasus Harun Masiku sendiri melibatkan suap kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, agar Harun bisa menggantikan almarhum Nazarudin Kiemas di DPR. Harun diduga memberikan suap sekitar Rp850 juta. Dua orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri, juga telah diproses hukum dan divonis bersalah.
Peran Hasto terungkap dalam persidangan praperadilan di PN Jaksel. Biro Hukum KPK mengungkapkan bahwa meskipun Harun bukan kader asli PDI Perjuangan, ia memiliki kedekatan dengan mantan Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali, dan diduga memiliki pengaruh di Mahkamah Agung. Hasto menempatkan Harun di Dapil I Sumatera Selatan dalam Pemilu 2019, dan meskipun gagal terpilih, Hasto diduga berupaya keras menempatkan Harun di DPR.
KPK menduga Hasto menyiapkan Rp400 juta untuk mengurus pergantian antar waktu (PAW) Harun. Ia juga diduga menjanjikan jabatan Komisaris BUMN atau Komisioner Komnas HAM kepada Riezky Aprilia, caleg terpilih yang seharusnya mengalah untuk Harun, namun ditolak. Setelah upaya tersebut gagal, Hasto diduga melanjutkan dengan jalur suap kepada Wahyu Setiawan. Upaya ini digagalkan oleh OTT KPK yang dihambat oleh sekelompok polisi, termasuk AKBP Hendy Kurniawan, yang diduga mengintimidasi tim KPK.

Related Post
Kegagalan OTT tersebut menjadi sorotan, terutama terkait peran pimpinan KPK saat itu, termasuk Firli Bahuri. Hasto juga dilaporkan melawan saat ponselnya hendak disita, dan diduga memerintahkan Harun untuk menghilangkan barang bukti. Pihak Hasto membantah semua tuduhan tersebut, dengan menyatakan tidak ada bukti yang menunjukkan keterlibatan Hasto dalam penyediaan uang suap. Perkara ini masih terus bergulir dan menjadi perhatian publik.


Tinggalkan komentar