PADANG SIDEMPUAN - Begitu mendengar adanya berita viral terkait kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur yang dilaporkan ke Polres Padang Sidempuan Sesuai LP: STPL/314/IX/2020/ SU/PSP, tertanggal 22 September 2020 lalu. Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kecamatan P.Sidimpuan Batunadua Kota P.Sidempuan Hendri Alfriyanto menyampaikan dan menegaskan kepada pihak aparat penegak hukum (APH) khususnya di Kota P.Sidempuan harus bertindak cepat, tegas dan adil dalam menanggapi kasus-kasus cabul seperti ini.
“Saya memandang serta mengajak seluruh elemen masyarakat Kota P.Sidempuan untuk mengawal proses kasus a quo dengan mengedepankan asas keadilan kesebandingan dan due proses of law. Jika kejahatan sampai di damaikan tanpa diberikan sanksi yang tegas, dimana lagi kita akan mencari keadilan,” ujar Hendri kepada awak media, Minggu (28/8/2022).
Lebih lanjut Hendri menjelaskan, bahwa dalam konteks Negara lndonesia yang menganut asas eropa kontinental/rechstaat perdamaian antara pelapor/korban dengan terlapor di dalam sistem hukum pidana indonesia tidaklah menghapus perbuatan dan sanksi itu wajib untuk di jalani oleh pelaku.
“Oknum yang terlibat dalam perdamaian kasus pelecehan seksual terhadap anak merupakan pelaku kejahatan kemanusian. Dimana, perdamaian yang mengabaikan unsur pidananya, maka orang tua korban juga dianggap sebagai pelaku kejahatan kemanusian,” jelasnya.
Saya berharap, agar Undang-Undang Perlindungan terhadap Anak dijalankan sebagaimana mestinya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-hakya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Larangan kejahatan seksual berupa perbuatan cabul terhadap anak diatur dalam Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 76E tersebut dikatakan : ”Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul”.
Pebuatan cabul yang dilakukan seseorang terhadap anak yang di bawah umur jelas merupakan bentuk dari kejahatan seksual. (JK)