Lintaswarta.co.id, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengumumkan tersangka baru dalam pusaran kasus dugaan suap pengaturan pemenang lelang proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) wilayah Medan, Sumatera Utara. Sosok Inspektur Prasarana Perkeretaapian Ahli Muda, Muhammad Chusnul (MC), kini menjadi sorotan setelah diduga kuat menerima suap fantastis senilai Rp 12,12 miliar, sebuah praktik korupsi yang tak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga berpotensi mengancam keselamatan publik.
Muhammad Chusnul, yang menjabat sebagai Inspektur Prasarana Perkeretaapian Ahli Muda Direktorat Prasarana Perkeretaapian, terungkap mengantongi dana haram tersebut dari berbagai pihak. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan dalam konferensi pers pada Senin lalu bahwa Chusnul menerima Rp 7,2 miliar dari seorang rekanan bernama Dion Renato Sugiarto (DRS), serta Rp 4,8 miliar dari rekanan pelaksana pekerjaan lainnya. Penerimaan suap ini berlangsung dalam rentang waktu yang cukup panjang, yakni dari 20 September 2021 hingga 10 April 2023.
Modus operandi Chusnul terbilang sistematis dan terencana. Sejak awal tahun 2021, ia diduga telah melakukan pengondisian pemenang lelang untuk beberapa paket proyek strategis, termasuk pembangunan jalur kereta api Bandar Tinggi-Kuala Tanjung dan Kisaran-Mambang Muda. Chusnul secara sepihak menentukan perusahaan pelaksana proyek berdasarkan kedekatan dan rekam jejak rekanan yang sudah lama menjalin kemitraan dengannya, mengabaikan prinsip transparansi dan keadilan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Related Post
Lebih lanjut, Asep Guntur Rahayu mengungkapkan bahwa Chusnul bahkan menunjuk Dion Renato Sugiarto (DRS) sebagai "lurah" atau koordinator. DRS bertugas mengumpulkan dan menyampaikan berbagai permintaan Chusnul kepada para rekanan lain yang terlibat dalam proyek tersebut. Praktik curang ini dimulai bahkan sebelum lelang resmi digelar, di mana Chusnul diketahui mengumpulkan para calon rekanan di Semarang, mengingat mayoritas perusahaan yang diproyeksikan menang berdomisili di kota tersebut. Dalam pertemuan rahasia itu, ia memecah proyek menjadi beberapa paket kecil dan menggunakan skema pembayaran multi-years agar para rekanan dapat bekerja sama dan memuluskan jalannya praktik suap.
Tidak hanya itu, untuk memastikan kemenangan perusahaan titipannya, Chusnul juga membocorkan Harga Perkiraan Sementara (HPS) dan spesifikasi teknis proyek kepada Dion Renato Sugiarto serta rekanan lainnya. Ia juga secara aktif mengintervensi Kelompok Kerja (Pokja) pengadaan untuk memastikan perusahaan-perusahaan yang telah ia pilih memenangkan lelang. Sebagai imbalan atas kemudahan dan jaminan kemenangan ini, para rekanan diwajibkan menyetor sejumlah uang, lantaran khawatir akan dipersulit pada lelang proyek berikutnya jika tidak memenuhi permintaan Chusnul.
KPK menegaskan bahwa kasus korupsi ini bukan sekadar kerugian finansial negara yang mencapai miliaran rupiah. Proyek jalur kereta di Medan, yang merupakan bagian dari paket multi-years bernilai ratusan miliar rupiah, berpotensi terganggu kualitas pembangunannya akibat praktik curang ini. "Karena tentunya dengan mengurangi kualitas dari jalur kereta api itu, akan menimbulkan atau berpotensi menimbulkan kecelakaan. Dan ini tentunya tidak kita harapkan," ujar Asep, menekankan bahaya laten dari korupsi di sektor infrastruktur vital yang menyangkut keselamatan banyak jiwa.
Atas perbuatannya, Muhammad Chusnul kini disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Kasus ini menjadi peringatan keras akan pentingnya integritas dalam setiap proyek pembangunan, terutama yang berdampak langsung pada keselamatan masyarakat.









Tinggalkan komentar