Informasi dari lintaswarta.co.id mengungkap sanksi bagi pelaku usaha makanan yang tak mencantumkan label non-halal pada produknya. UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal mengatur ancaman berupa sanksi administratif, mulai dari teguran lisan, peringatan tertulis, hingga denda administratif bagi yang melanggar Pasal 26 ayat (2). Pasal tersebut mewajibkan pelaku usaha mencantumkan label non-halal jika produknya mengandung bahan haram. Hal ini ditegaskan Wakil Kepala BPJPH, Afriansyah Noor, yang menyatakan sanksi berupa peringatan tertulis merujuk pada PP 42 Tahun 2024.
Lebih jauh, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga mengatur kewajiban pelaku usaha untuk memproduksi produk halal sesuai label yang tertera. Pelanggaran terhadap ketentuan ini, termasuk tidak mencantumkan label non-halal, dapat berujung pada sanksi pidana penjara maksimal lima tahun atau denda Rp2 miliar. Kasus Ayam Goreng Widuran di Solo menjadi contoh nyata. Restoran tersebut, yang telah berdiri sejak 1973, baru menambahkan label non-halal setelah menu kremesan ayamnya terungkap menggunakan minyak babi. Kejadian ini memicu protes publik dan penutupan sementara oleh Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, untuk mendorong proses sertifikasi halal ulang demi menjaga kerukunan umat dan perlindungan konsumen. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya kepatuhan terhadap regulasi terkait label halal dan non-halal demi menghindari sanksi hukum dan menjaga kepercayaan konsumen. Pelaku usaha perlu memahami dan mematuhi aturan yang berlaku untuk menghindari konsekuensi hukum yang berat.


Related Post
Leave a Comment