Lintaswarta.co.id melaporkan, peringatan May Day 2025 di Jakarta diwarnai dua aksi demonstrasi dengan nuansa yang sangat berbeda. Satu aksi di Monas dihadiri elite pemerintahan dan tokoh politik, sementara aksi lainnya di depan Gedung DPR berakhir dengan pembubaran paksa dan penangkapan sejumlah demonstran.
Di Monas, aksi yang diikuti oleh KSPI dan KSPSI disambut oleh sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk Ketua DPR RI Puan Maharani, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Ketua MPR RI Ahmad Muzani, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, dan Prabowo Subianto. Prabowo, dalam pidatonya, menjanjikan sejumlah langkah untuk mensejahterakan buruh, seperti menghapus sistem outsourcing dan mempercepat pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Pemerintah, melalui Mensesneg, mengklaim akan memenuhi enam tuntutan buruh yang disampaikan di Monas, termasuk perlindungan buruh dalam UU Ketenagakerjaan yang baru dan pencegahan PHK massal.
Sebaliknya, suasana berbeda terlihat di depan Gedung DPR. Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK), yang diwakili oleh KASBI, memilih untuk menggelar aksi terpisah. Unang Sunarno dari KASBI menegaskan bahwa situasi buruh yang masih memprihatinkan—termasuk jam kerja panjang, upah rendah, dan mudahnya PHK—membuat mereka belum siap berdamai dengan pemerintah. Aksi di depan Gedung DPR, yang diikuti berbagai elemen masyarakat sipil, berakhir ricuh. Sekitar pukul 17.15 WIB, aparat kepolisian membubarkan paksa demonstrasi setelah terjadi aksi pelemparan dan pembakaran ban oleh sebagian kecil peserta aksi. Polda Metro Jaya menangkap 13 orang yang diduga sebagai anarko yang menyusup dan melakukan tindakan anarkis, termasuk melempari kendaraan di jalan tol. Tuntutan aksi di depan Gedung DPR lebih luas, mencakup pencabutan UU Cipta Kerja, pengesahan RUU Ketenagakerjaan pro-buruh, pengesahan RUU PRT, hingga penghentian penggusuran dan proyek-proyek yang merusak lingkungan. Perbedaan pendekatan dan hasil dari dua aksi May Day ini menjadi sorotan tajam bagi publik.
Leave a Comment