Informasi awal dari lintaswarta.co.id menyebutkan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) menemukan kejanggalan dalam pengadaan laptop Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tahun 2020-2022 senilai Rp 9,9 triliun. Almas Sjafrina dari ICW menyatakan pengadaan laptop dan perangkat TIK lainnya bukanlah prioritas utama di tengah pandemi Covid-19. Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik, menurut Almas, melanggar Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2020. Sistem pengusulan yang seharusnya bottom-up justru dilakukan top-down dari kementerian. Ketidakjelasan distribusi laptop ke sekolah-sekolah dan absennya informasi rencana pengadaan dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) semakin memperkuat kecurigaan.
Lebih lanjut, Almas mempertanyakan spesifikasi laptop yang dipatok harus menggunakan Chrome OS. Menurutnya, spesifikasi ini tidak sesuai kondisi Indonesia, khususnya daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), mengingat ketergantungan Chrome OS pada koneksi internet yang belum merata. Hasil uji coba tahun 2019 yang menunjukkan inefisiensi Chrome OS juga diabaikan. Almas juga menyoroti pembatasan persaingan usaha karena spesifikasi dan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang ketat, hanya menyisakan enam perusahaan penyedia. Kondisi ini, menurut Almas, melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Semua kejanggalan ini, menurut ICW, meningkatkan potensi korupsi dan kegagalan program.

Anwar Razak dari KOPEL menambahkan, pengadaan yang tidak sesuai kebutuhan dan terkesan dipaksakan seringkali berujung pada korupsi, mulai dari mark-up harga hingga pungli. KOPEL dan ICW mendukung proses hukum yang berjalan di Kejaksaan Agung, namun meragukan jika hanya staf khusus menteri yang bertanggung jawab. Mereka menekankan peran penting Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), kuasa pengguna anggaran, dan Menteri Nadiem Makarim sendiri sebagai pengguna anggaran, yang perlu diusut tuntas. Program pengadaan laptop yang menjadi program unggulan dengan anggaran besar, bahkan tetap dipaksakan di tengah pandemi dan kritik publik, semakin memperkuat dugaan penyimpangan. Oleh karena itu, ICW dan KOPEL mendesak Kejaksaan Agung memeriksa seluruh pihak terkait, termasuk Menteri Nadiem Makarim.

Related Post
Leave a Comment