Sholeh mempertanyakan keputusan polisi yang menghentikan penyidikan kasus tersebut. Pasal 277 KUHP yang diadukan, terkait penghilangan identitas, dinilai mudah dibuktikan, apalagi mengingat korban bukan hanya satu orang, melainkan banyak individu yang hingga kini tak mengetahui asal-usulnya. Hal ini menimbulkan kecurigaan atas profesionalitas kepolisian dalam menangani kasus tersebut.
Senada dengan Sholeh, kuasa hukum lainnya, Happy Sebayang, juga menyoroti kurangnya transparansi dari pihak kepolisian. Korban, menurut Sebayang, sama sekali tidak diinformasikan mengenai SP3 tersebut dan hanya mengetahuinya dari Komnas HAM. Ketidakjelasan ini mendorong mereka untuk mendatangi Mabes Polri guna memastikan fakta hukum sebenarnya dan mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya, termasuk kemungkinan mengajukan praperadilan.

Kasus ini mencuat setelah sejumlah mantan pekerja sirkus OCI Taman Safari Indonesia (TSI) melaporkan dugaan eksploitasi ke Kementerian HAM pada 15 April lalu. Para korban mengaku mengalami kekerasan dan eksploitasi sejak tahun 1970-an. Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, menyatakan bahwa apa yang dialami para korban bukan hanya kekerasan biasa, melainkan juga pelanggaran HAM berat. Pengungkapan kasus ini menimbulkan pertanyaan besar tentang penegakan hukum di Indonesia dan perlindungan terhadap korban pelanggaran HAM.

Related Post
Leave a Comment