Berdasarkan laporan lintaswarta.co.id, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa upaya penulisan ulang sejarah Indonesia tidak akan mengubah narasi peristiwa 1965, yang kerap dikaitkan dengan G30S/PKI, dan peristiwa Madiun 1948. Fadli dengan tegas menyatakan tidak ada ruang untuk kontroversi dalam peristiwa berdarah tersebut yang mengakibatkan jutaan korban jiwa. Menurutnya, fakta-fakta sejarah sudah jelas dan terdokumentasi dengan baik, sehingga tidak perlu ada revisi atau pembelokan sejarah. Ia menekankan bahwa PKI terbukti berupaya merebut kekuasaan secara paksa.
Lebih lanjut, Fadli juga menyatakan hal serupa terkait peristiwa Madiun 1948. Ia menyebut peristiwa tersebut sebagai pemberontakan PKI yang mengakibatkan banyak korban, khususnya dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Fadli bahkan menuding keterlibatan Belanda dalam memfasilitasi pemberontakan tersebut. Pernyataan Fadli ini selaras dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto sebelumnya yang juga menyinggung peran intelijen Belanda dalam sejumlah peristiwa di Indonesia, termasuk Madiun 1948 dan DI/TII. Prabowo bahkan menyebut Belanda berperan dalam pemulangan tokoh-tokoh PKI seperti Musso dari Moskow ke Indonesia.

Pernyataan Prabowo lebih jauh menjelaskan konteks geopolitik saat itu, di mana meskipun Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan, Belanda masih menguasai wilayah-wilayah strategis seperti Batavia dan lapangan terbang. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana Musso dan tokoh PKI lainnya dapat sampai ke Madiun. Kedua pernyataan tersebut menegaskan komitmen pemerintah untuk mempertahankan narasi sejarah yang sudah mapan terkait peristiwa 1965 dan Madiun 1948, tanpa mengabaikan konteks sejarah yang lebih luas dan peran aktor internasional di dalamnya. Pernyataan ini tentu akan memicu beragam reaksi dan diskusi di masyarakat.

Related Post
Leave a Comment